Kamis, 08 Juli 2010

PENGUMUMAN HASIL SELEKSI PPDB SMP NEGERI 2 PANJATAN TAHUN AJAR 2010/2011


DAFTAR CALON SISWA BARU YANG DITERIMA
DI SMP NEGERI 2 PANJATAN
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
No : 422.1/164/2010


DAFTAR CALON SISWA BARU YANG DITERIMA BERDASARKAN NOMOR PENDAFTARAN DAN NAMA CALON :

NO / NAMA CALON :

069 / DEWI SUSILOWATI , 157/ YULIAN CANDRA IRAWAN, 116/ZULFA HIDAYATI, 007/ LUPI SUWARSIH, 153/IRMA YASHIKA, 006/DIDIK NURYANTI, 118/ANGGI EKA WARDHANI, 117/MERYI LARAS SARI, 092/IRSAL PURWANTO, 145/RIAWATI RACHMADANI, 098/AGUS WIDIANTO, 106/NANI SETYAWATI, 105/YETIANA, 162/AHMAD NUR TRIYANTO, 097/ANANG SULHIDAYAH, 102/ FITRIA DILLA RESTI FAUZIAH, 159/SUPRIYANTO, 128/HENDRA KURNIAWAN, 154/BIMA SAPUTRA, 011/INTAN SAPTA R, 038/IKHWAN WIDIYANTO, 048/HENDI SETIAWAN, 079/RAUDEA ARUM IRHAMI, 167/YUDHAN OCTANDRA M, 053/AGUS SUPRIYANTO, 165/DYAH AYUK DWIYANTI, 168/MUHAMMAD NUR SALLIM, 096/ISTI RATNA SARI, 058/YUNI ASTUTI, 164/HENI TIKA AMELIA, 169/MUHKHAMAT ALI MUSTAKIM, 156/RATNA ANJARSARI, 103/ELSHA MARIAYULIANA, 090/FACHRUDIN ARIF SAPUTRA, 089/AHMAT SAMSUL ARIFIN, 044/DEWI KUSTIKA, 014/HARRY SUPRASTYO, 087/AJE GESANG PANGESTU, 115/HENI FAJAR UTAMI, 067/SURATMININGSIH, 130/RATIH KUSUMA NINGRUM, 126/HERDIAN KURNIA RAMDHANI, 009/ULFA NUR HIBATULLAH, 151/FURQON AFENDI, 027/AGUSTINA EKA PANGESTI, 122/RISKA FITRIANA, 123/IMAS DWI ARINDA, 138/GALIH BUDIYANTO, 101/AMBAR WATI, 135/ OKTAVIAN GALIH PAMUNGKAS, 059/TIKA NOOR AINI, 029/NICOLIES SETIAWAN, 171/DINI PRILIANAI, 155/SAPTA EKA RAHARJA, 133/FIRMAN AGUNG HARI LAKSANA, 144/ARUM SITI NURJANAH, 094/GALIH TRIO BUDIARTO, 025/RISKA WULANDARI, 166/AZIZ NUR WIDIANTO, 063/EKA SEPTIANA, 161/ANJAS MARFU'AD, 032/YUSUF ISWANTORO, 080/TIWI HARJUNI, 065/EMI MURTI UTAMI, 015/RIKI NURUL PRABOWO, 137/TAUFIK FITRIANTO, 054/ISNAINI RIYANTO, 124/RIZKI MUHAMMAD RIDHO, 078/RATNA SURATININGSIH, 023/RIZKI APRIYANI, 086/DINDA LESTARININGSIH PUTRI, 107/OKTA TEDI KURNIAWAN, 052/DANAR APRIYANA, 043/RAHMAT NUR SOFYAN, 060/INDAR SRI SUSILOWATI, 016/ERNI SETIYAWATI, 031/DUWI LESTARI, 075/DITA RAHMAT WIJAYA, 088/INDAH LAILA NAILIL AMANI, 030/SAPTO ADI PURYANTO, 035/ADE SETIYADI, 129/HENDRI CAHYO FURNIAWAN, 077/WISNU UTOMO/ 012/DEDI MELANDANI, 160/MUH ABDUL ROHMAN, 047/KHOIRUNISA, 036/LATIF AGUNG CAHYONO, 013/NOVIATRI ROHQIMAWAR, 110/DWI GUSTIFIANTO, 033/BUDI ISKANDAR, 099/HANIFAH'AINNURROCHMAH, 022/AGUS HERMAWAN, 040/FAZRI ARI HERIAWAN, 100/DESTI RAMADIANTI, 175/ATIM KHAIRUNNISA SAPTA RAHAYU, 146/MEIKO MUHAMMAD REFOYOSTINO, 046/BAGAS DUWI CAHYONO, 108/SHINTA RESTIANA, 131/MUH LATIF SYAIFUL MUKAROM, 174/AGUS SETIAWAN, 056/WIRDA MARLINDA FIBRIANA, 083/RUDY KURNIAWAN, 127/SINDI HIDAYAH MARDIASIH, 170/OKI TRIANTORO, 004/WAHYUNO PURWO SAPUTRO, 121/HERU NURWASISA, 001/KHUSNUL KHOTIMAH, 041/TIMUR YANU PAMUNGKAS, 039/RIDWAN AWAN SETIAWAN, 051/EKO BUDI ISNANTO, 066/LUCY CAHYA JULIANTO, 143/DIMAS HERIYANTO, 070/FAJAR REFIANDI, 037/EDY DARMAWAN, 119/WAHYUDI LEKSONO, 057/DENI SETIADI, 073/ALDI HERMAWAN, 003/DEVITA DWI YULIARTI, 163/ARI WICAKSONO, 142/ARIEF RAHMAN WAHID, 111/AULIA SYAH MARYANI, 173/AISYAH ANWAR, 141/HUDA NUR ROHMAN, 010/ARIYANTI, 071/SRI NUR MIYATI, 026/TRI PURWANTO.


Panjatan, 9 Juli 2010
Tim PPDB
SMP N 2 Panjatan









Kamis, 24 Juni 2010

Pengumumman PPDB 2010/2011 SMPN 2 Panjatan

PENGUMUMAN
Nomor : 422/154/2010
Tentang

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB)
TAHUN PELAJARAN 2010/2011

A. Waktu dan tempat pendaftaran :
Pendaftaran dimulai 7 Juli s/d 8 Juli 2010, pukul 08.00 - 13.00 WIB di SMP N 2 Panjatan

B. Syarat-syarat pendaftaran :
  1. Peserta datang sendiri
  2. Telah tamat dan lulus SD/MI/Program Paket A dan memiliki ijazah, SKHUASBN/SKHUD/atau surat keterangan lain yang berpenghargaan sama.
  3. Memiliki STTB atau surat yang berpenghargaan sama , STK/DANEM/DANUAS.
  4. Berusia setinggi-tingginya 18 tahun pada minggu ketiga bulan JUli 2010.
C. Cara-cara pendaftaran :
  1. Mengambil formulir pendaftaran dengan menunjukkan ijazah/STTB asli (pada loket 1)
  2. Mengisi formulir pendaftaran dan ditempel foto calon siswa (pada loket 2)
  3. Menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi dengan benar kepada petugas (pada loket 3), dengan melampirkan :
  • Ijazah/STTB dan DANEM/DANUAS asli atau surat keterangan lain yang berpenghargaan sama.
  • Fotocopy Ijazah/STTB yang telah dilegalisir sebanyak dua lembar atau surat keterangan yang berpenghargaan sama
  • Pasfoto hitam putih ukuran 3 X 4 sebanyak 4 lembar.
  • Fotocopy sertifikat kejuaraan bidang olahraga atau kreatifitas minimal tingkat kecamatan dan telah dilegalisir sebanyak satu lembar (bagi yg memiliki)

  • Bagi calon dari luar Kulon Progo membawa surat rekomendasi dari kantor dinas pendidikan asal calon dan dikumpulkan saat pendaftaran atau menyusul.
  • Semua berkas pendaftaran dimasukkan dalam stopmap : biru untuk laki-laki dan merah untuk wanita.
  • Pendaftaran tidak dipungut biaya.

D. Prosedur Seleksi
  1. Seleksi didasarkan pada 3 mata pelajaran pada SKHUASBN/ SKHUD, STK/DANEM/DANUAS dan ditambah sertifikat yang dimiliki (apabila mempunyai). Penambahan point nilai dari sertifikat menunggu peraturan lebih lanjut.
  2. Jumlah pendaftar dari luar kabupaten maupun luar kabupaten maksimum 20 %.
  3. Cara penentuan peringkat berdasarkan semua pendaftar yang masuk sampai dengan hari kedua pendaftaran (8 Juli 2010) dan ditutup pukul 13.00 WIB.
  4. Seleksi akan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2010 setelah pukul 13.00 WIB.
E. Daya Tampung
Jumlah siswa kelas VII yang diterima pada tahun 20010/2011 sesuai dengan jumlah daya tampung yaitu 4
las dan tiap kelas sebanyak 32 siswa (jumlah seluruhnya 128 siswa).

F. Pengumuman hasil seleksi
Diumumkan tanggal 9 Juli 2010 pukul 08.00 WIB. Bagi peserta yang dinyatakan tidak diterima berkas pen-
daftaran bisa langsung diambil.

G. Pendaftaran Kembali
Bagi siswa yang diterima pendaftaran kembali dilaksanakan tanggal 9 Juli 2010 (hanya sehari) mulai pukul
08.00 WIB - pukul 13.00 dengan menyerahkan nomor pendaftaran.

H. Pengumuman cadangan
Pengumuman cadangan pada tanggal 9 Juli 2010 setelah pukul 13.00 WIB.

I. Hari pertama masuk sekolah
Hari pertama masuk sekolah tanggal 12 Juli 2010. Bagi kelas VII selama 3 hari akan diisi dengan kegiatan Ma-
sa Orientasi Siswa Baru

Pleret, 24 Juni 2010
a/n Tim PPDB
Ketua
Nugroho Udi Raharjo



Minggu, 06 Juni 2010

SISTEM KETENTARAAN MATARAM ISLAM TAHUN 1584 - 1755


SISTEM KETENTARAAN MATARAM ISLAM
TAHUN 1584 - 1755



Tulisan ini merupakan hasil studi pustaka
tahun 1994



Abstrak

Tulisan ini berisi ungkapan tentang sistem ketentaraan Mataram Islam khususnya pada masa pemerintahan Sultan Agung di Mataram, dan umumnya sejak pemerintahan Panembahan Senapati sampai dengan Pelaksanan Perjanjian Giyanti pada masa pemerintahan PB III (tahun 1584 - 1755). Seperti yang tertulis dan menjadi fakta sejarah bahwa Sultan Agung merupakan raja Mataram yang cukup berani dengan menyerang Batavia sebanyak dua kali meskipun akhirnya mengalami kegagalan, namun dibalik kegagalan tersebut, raja ini sebenarnya telah berhasil melemahkan konsentrasi kekuatan Belanda di kota Batavia.

Adapun pokok-pokok pembahasaan meliputi enam permasalahan yaitu : aspek-aspek yang menjadi latar belakang pembentukan ketentaraan Mataram, sistem ketentaraan Mataram, pelaksanaan taktik perang, peranan para ulama dalam peperangan, fungsi peperangan dan akibat - akibat yang ditimbulkan oleh peperangan Mataram periode tahun 1584 - 1755.




A. Latar Belakang Sistem Ketentaraan Mataram Islam

Ada empat aspek utama yang menjadi latar belakang dalam pembentukan ketentaraan Mataram . Empat aspek utama itu adalah sifat magis religius raja, latar belakang sosial masyarakat, latar belakang cita-cita penguasa dan latar belakang persaingan hegemoni dengan negara lain.

Dalam aspek magis religius, raja berhasil menjadi tokoh sen dan adanyatral yang harus dihormati dan dipatuhi oleh rakyat karena diyakini akan medatangkan kesejahteraan lahiriah maupun batiniah bagi rakyat. Sementara itu dalam aspek sosial masyarakat raja berhasil memanfaatkan kondisi sosial masyarakat pedalaman seperti Mataram yang serba tertutup, patuh dan penuh gotong-royong untuk dididik menjadi tentara. Dua macam kepatuhan rakyat ini jelas akan memudahkan raja dalam pembentukan tentara, meskipun bukan berarti selalu dalam bentuk-bentuk hal-hal yang langsung dapat dilihat atau berujud material dalam tubuh ketentaraan, karena daya dorong ini pada hakekatnya bersifat psikis dalam pembentukan ketentaraan.

Dua hal lagi yang ikut mendorong raja dalam pembentukan tentara yang kuat, yaitu cita-cita yang tinggi dari raja itu sendiri dan adanya persaingan hegemoni dari penguasa-penguasa lainnya. Untuk mencapai cita-citanya dalam menguasai seluruh pulau Jawa atau daerah-daerah lain di luar pulau Jawa, Sultan Agung harus mempersiapkan pasukan yang besar dan kuat. Demikian juga akibat persaingan hegemoni dengan kerajaan Banten, VOC atau Surabaya akan mendorong raja-raja Mataram untuk meningkatkan kekuatan pasukannya yang sebagian besar diperolehnya melalui milisi rakyat.

B. Sistem Ketentaraan Mataram

a. Komposisi Tentara
Jumlah prajurit profesional kerajaan Mataram Islam berdasarkan sumber-sumber yang ada diketahui jumlahnya tidak banyak. Mereka mengabdi pada raja atau tokoh-tokoh pemerintahan lainnya yang tingkat kekuasaannya lebih kecil dari raja. Sebagai contoh ketika Panembahan Senapati menyerang Madiun ia sebenarnya hanya membawa 100 orang prajurit profesional yang merupakan prajurit inti pengawal raja, selebihnya adalah pasukan yang dibentuk dari milisi (HJ de Graff, Awal Kebangkitan Mataram, Pustaka Utama Grafitipers, Jakarta, 1990, p. 107).

Jumlah prajurit profesional yang sangat sedikit ini, bukan merupakan tindakan Senapati meremehkan kekuatan madiun, tetapi memang itulah kekuatan prajurit profesional Mataram saat itu. Contoh lain yang mungkin agak besar yaitu ketika Susuhunan Mangkurat IV pada tahun 1719 berusaha untuk mengawasi areal pertanian ketika musim paceklik tiba. Saat itu Susuhunan hanya berhasil merekrut prajurit profesional sebanyak 500 orang, selebihnya sebanyak 2500 orang merupakan pembawa senjata saja ( B Schirieke, Indonesian Sociological Studies, Ruler and Realm in Java, Part Two, The Hague, W. Van Hoeve.1957, p. 129)

Dalam pengangkatan prajurit profesional ini melalui dua jalur, pertama melalui cara magang dan kedua penerimaan test keprajuritan. Cara pertama biasanya dikenakan bagi kalangan bangsawan tinggi atau orang-orang dekat raja. Apabila melalui cara test akan menghasilkan prajurit profesional elite yang akan menduduki unsur-unsur pimpinan, maka cara kedua akan menghasilkan golongan prajurit profesional tingkat rendah.(HJ de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram, Politik Ekspansi Sultan Agung, Graffitipers, Jakarta, 1990, p. 127).

Berdasarkan tugasnya sehari-hari, prajurit profesional dibagi dalam dua penugasan : prajurit pengawal pribadi raja dan prajurit penjaga keamanan kota. Prajurit pengawal raja semula diangkat dari prajurit penjaga keamanan kota yang karena jasa-jasanya kemudian diangkat menjadi pengawal raja. Prajurit penjaga kota terbagi dalam beberapa kelompok seperti korps Tamtama, Wira Sudabraja dan Keparak. Korps Keparak bertugas menjaga lingkungan istana, korps Tamtama dan Wirabraja bertugas di luar istana. Disamping itu masih dikenal satu korps lain yaitu prajurit Pemajegan yang bertugas menarik pajak dari rakyat (HJ de Graaf, Puncak Kekuasaan ..., p.143). Semua korps prajurit tersebut diatas dikoordinir oleh Wedono Keparak yang bertanggung jawab kepada Patih Lebet dan selanjutnya Patih Lebet bertanggung jawab kepada raja(Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, Balai Pustaka, Jakarta, p.3). Sudah pasti para prajurit profesional ini mendapat gaji tetap dari raja atau para pembesar lain yang membawainya. Bahkan untuk para pimpinan selain mendapat gaji tetap juga seringkali mendapat kekuasaan untuk membawahi suatu daerah yang baru saja ditundukkan atau mendapat putri triman.

Sebagai prajurit profesional mereka diwajibkan selalu memiliki kemampuan keprajuritan yang prima. Oleh karena itu untuk menjaga kemampuan yang mereka miliki, diadakan latihan perang-perangan secara teratur pada hari Senin dan Sabtu. Senenan dan Seton adalah latihan perang dengan menggunakan tombak tumpul sambil menunggang kuda yang dilakukan di alun-alun depan istana. Sebagai contoh pada tahun 1670, Susuhunan memerintahkan bahwa setiap bangsawan wajib melaksanakan perang-perangan dengan seragam besi, mantel kain merah dan kopiah berwarna merah (B Schrieke, Ruler and Realm......P. 131)

Karena tugas yang dibebankan kepada prajurit profesional ini sangat besar, maka masalah ketrampilan keprajuritan yang dimiliki prajurit profesional merupakan hal yang utama. Suatu contoh yang menggambarkan betapa trampilnya prajurit Mataram adalah caranya berperang dengan naik kuda. Dari sumber Belanda digambarkan sambil mengendalikan kuda dengan lutut dan kakinya pasukan Mataram pandai memainkan senjata pedang dan tombak panjang di tangannya. Dengan cara ini banyak prajurit Belanda terdesak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bagian terpenting pasukan Mataram adalah prajurit Kavaleri, meskipun secara keseluruhan bagian terbanyak tetap pasukan infantrinya.

Bagian lain dari prajurit Mataram adalah pasukan artileri, tetapi bagian ini tidak banyak dan rata-rata kurang memiliki ketrampilan dalam menggunakan meriam. Sebagai contoh karena rendahnya ketrampilan artileri yang dimiliki prajurit Mataram maka Sultan Agung pada tahun 1624 mengundang pasukan Portugis untuk melatih prajuritnya dalam menggunakan meriam (HJ de Graaf, Puncak ....p.173)

b. Pasukan Milisi
Hal yang nampak sangat mencolok dalam sistem ketentaraan Mataram adalah pasukannya yang cukup banyak. Akan tetapi dari jumlah tersebut sebagian besar merupakan pasukan dari hasil milisi sedangkan pasukan dari rekruitmen secara profesional kecil jumlahnya. Sebagai contoh yaitu ketika Mataram menyerang Madiun pada tahun 1624, diutuslah Pangeran Silarong kembali ke Mataram utnuk minta bantuan. Segera Mataram mengangkat saudara dan putra-putra mereka yang tewas dan diberangkatkan dalam perang di Madiun. Jelas pegangkatan ini melalui cara milisi. Dan ternyata karena raja Mataram masih kekurangan pasukan, diadakan milisi lagi dengan menambah angkatan perangnya menjadi 80.000 prajurit, sehingga negerinya hampir tidak ada orang selain wanita dan anak-anak, sawah-sawah kelihatan kering karena kekurangan laki-laki untuk mengairi sawah (HJ de Graaf, Disintegrasi ......p. 54).

Melihat begitu seringnya milisi yang dilaksanakan raja, maka dapat dipastikan bahwa milisi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan rakyat. Dalam bentuknya sekarang hal tersebut dapat disamakan dengan kewajiban bela negara. Hanya bedanya jika wajib bela negara pada masa sekarang didasarkan pada kewajiban setiap warga negara dengan dijamin oleh undang-undang, sedangkan kewajiban bela negara pada masa itu lebih didasarkan pada kekuatan mutlak raja yang bersifat magis religius. Raja merupakan orang yang dekat baik dengan dewa-dewa Hindhu maupun dewa-dewa lokal. Bahkan juga dianggap merupakan figur yang bisa menjembatani antara manusia dengan Tuhan dalam agama Islam. Oleh karena itu membela raja merupakan kewajiban utama bagi rakyat Mataram. Dalam masa perang semua warganegara yang sudah dewasa diharuskan menjadi tentara untuk mempertahankan negara. Yang disisakan dirumah hanyalah beberapa orang laki-laki yang bertugas menjaga masjid di tiap desa (Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional III,.....p. 259).

c. Perlengkapan Perang.
Dalam sistem persenjataan Mataram, jenis senjata tradisional merupakan perlengkapan perang yang utama. Meskipun dalam beberapa sumber baik sumber Belanda maupun sumber tradisonal diberitakan ada usaha yang dilakukan Mataram untuk menggunakan dua jenis persenjataan baik jenis tradisional maupun jenis senjata modern dalam setiap peperangan, namun dalam akhir peperangan yang menentukan, penggunaan senjata tradisional tetap merupakan faktor utama.

Dua alasan pokok yang menjadi sebab masih diutamakannya penggunaan jenis senjata tradisional oleh tentara Mataram adalah : kemampuan penggunaan senjata api prajurit Mataram yang masih rendah dan kekuatan magis yang diyakini terkandung dalam jenis-jenis senjata tradisional tersebut. Mengenai keterbatasan kemampuan pasukan Mataram dalam menggunakan senjata api bukan merupakan hal yang rahasia lagi. Bahkan meminta kepad orang Belanda untuk diajari dalam penggunaan senjata api. Dalam perkembangan berikutnya mereka memilki kemampuan dalam menggunakan senjata api, tetapi apabila dalam suatu pertempuran mereka terdesak maka cara lama kembali mereka gunakan yaitu dengan membuang senjata apinya dan lebih percaya pada penggunaan senjata tradisional seperti tombak, pedang dan sejenisnya (B Schrieke, Indonesian Social ......p. 124).

Dari berbagai jenis senjata tradisional Mataram yang digunakan, keris menempati kedudukan istimewa. Keris seringkali merupakan lambang martabat seseorang. Atas perintah mangkurat I, penguasa Jepara yang bernama Ngabehi Martanata diutus untuk melucuti senjata penguasa Semarang yaitu Ngabehi Wangsareja dengan merampas kerisnya dan seluruh senjata keluarganya serta larangan keluar kota. Kesalahan penguasa ini karena pertanggung jawabannya yang buruk menganai uang kerajaan sebesar 250.000 ringgit yang diperoleh dari pungutan pajak pelabuhan. Dengan cara dilucuti kerisnya tersebut Wangsareja kemudian kehilangan martabatnya (HJ de Graaf, Disintegrasi...... p. 148)

Selanjutnya menurut gambaran sumber Belanda yang berasal dari perjalanan Francois Pyard di Mataram, menyebutkan bahwa keris disamping sebagai alat tempur juga berperan sebagai lambang status seseorang. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam birokrasi pemerintahan maupun ketentaraan, maka semakin penting pula pemilikannya terhadap keris-keris pusaka. Digambarkan pula oleh sumber tersebut bahwa keris merupakan senjata yang mata pisaunya digelombangkan, sarungnya terbuat dari kayu yang dihiasi dengan emas dan batu berharga serta memakainya pada sisi badan. Bagi yang tidak memakai dianggap merupakan hal yang aib (Shrieke, Indonesian Social.......p. 122).

Selain keris yang mempunyai nilai nilai khusus maka jenis senjata lainnya adalah tombak, perisai, pedang, panah, bende, baju besi sampai panji-panji perang yang dianggap bertuah. Senjata tombak ada dua macam, tombak panjang dan tombak pendek. Tombak panjang digunakan dalam perang berkuda. Sedang tombak pendek dipakai oleh prajurit infanteri. Perisai dipakai sebagai alat pelindung yang terbuat dari kayu atau kulit kerbau. Mereka juga memakai pelindung yang dibuat dari cincin-cincin besi yang disambung-sambung. Baju perisai ini dipakai untuk melindungi badan dari serangan-serangan senjata yang kuat dan tajam (B Schrieke, Indonesian Social ......p 122).

Jenis senjata tradisional lain yang kekuatannya terletak pada unsur magisnya dibandingkan kekuatan riilnya adalh bende, panji-panji perang dan baju kotang yitu sejenis yang dimiliki Gatutkaca dalam ceritera pewayangan. Penggunaan bende dan panji-panji perang ini terbukti telah mampu menggerakkan semangat tentara Mataram dalam setiap peperangan. panji-panji perang ini juga merupakan lambang kesaktian orang-orang penting. Pada panji-panji itu sering terdapat gambar yang melambangkan kesaktian.

d. Persediaan Makanan
Faktor penentu kemenangan dalam setiap ofensif militer mencakup beberapa hal. Termasuk diantaranya adalah masalah logistik. Keadaan logistik yang buruk akan membawa akibat yang fatal terhadap kondisi tentara. Keadaan ini didahului dengan munculnya bahaya kelaparan yang kemudian disusul berjangkitnya bibit penyakit dan melemahnya semangat pasukan. Sebaliknya apabila keadaan logistik baik, maka kondisi pasukannya tetap dalam keadaan prima.

Sepanjang sejarah militer Mataram, secara umum kondisi logistik tentara dalam keadaan yang rendah. Keadaan logistik yang buruk ini tentu berkaitan dengan masalah-masalah transportasi yang ada. Transportasi yang sederhana dan jarak tempuh ofensif yang jauh menyebabkan kemampuan angkut logistik sangat sedikit. Masalah ini bertambah dengan keadaan jalan yang sulit dilalui. Akibatnya tentara juga harus bisa hidup dengan apa yang ditemukan selama perjalanan. Perbekalan beras harus dihemat sebaik-baiknya. Bila mungkin beras seringkali disuplai melalui sungai atau laut (HJ De Graaf, Disintegrasi ........p. 151-152).

Dalam suatu penyerangan yang dilakukan secara besar-besaran, pengangkutan logistik ini juga dilakukan melalui pelayaran di sungai ataupun laut. Dalam serangannya ke Surabaya pada tahun 1620, angkatan laut Mataram dengan kekuatan 80 kapal melalui Jepara berlayar kearah timur dengan tugas mensuplai bahan makanan terhadap pasukan infanteri melalui Gresik. Kemudian dalam usaha penyerangan ke Batavia yang pertama tahun 1628, pada tanggal 13 April 1628 Kiai Rangga atas nama penguasa Tegal tiba dengan 14 kapal bermuatan beras. Kemudian tanggal 22 Agustus 1628 tiba di pelabuhan Batavia atas nama Tumenggung Bahureksa, panglima tertinggi armada Jawa, suatu eksader terdiri tidak kurang 50 kapal. Kalap-kapal tersebut memuat 150 ternak, 120 last beras (1 last = 30 liter), 10.600 ikat padi, 26.000 kelapa dan 5.900 ikat gula. Tiga hari kemudian 27 kapal dengan muatan ternak diharapkan datang lagi.Jumlah besar yang datang mendadak ini menimbulkan kekuatiran pihak Belanda, karena diduga kuat merupakan usaha mataram untuk mensuplai makanan bagi tentara Mataram yang ternyata datang lagi pada tanggal 26 Agustus 1628 dipimpin Bahureksa yang datang dari arah Kendal (HJ De Graaf, Puncak.....p. 152).

e. Alat Transportasi
Secara garis besar transportasi utama kerajaan Mataram dalam peperangan dapat dibagi menjadi dua bagian : pertama transportasi yang dilakukan melalui darat dan kedua transportasi melalui lautan. Transportasi darat yang paling populer yaitu penggunaan kuda. Binatang ini sangat mudah perawatannya dan juga mampu menempuh medan yang berat sekalipun. Oleh karena itu merupakan sarana utama dan biasanya digunakan oleh pasukan dalam penyerangan-penyerangan. Pasukan berkuda Mataram digambarkan oleh orang-orang Eropa merupakan pasukan yang berani dan trampil memainkan senjata sambil berkuda. Sarana transportasi darat lainnya adalah penggunaan gerobak, orang-orang tawanan dan budak sebagai pengangkut perbekalan serta gajah. Penggunaan gajah sebagai sarana transportasi dipandang kurang umum dalam sejarah perang Mataram, oleh karena itu hanya digunakan dalam peperangan-peperangan yang sangat istimewa seperti penyerbuan ke Batavia tahun 1629 yang membutuhkan semua kekauatan Mataram.

Karena kuda merupakan hewan yang sangat populer dalam sistem transportasi darat, maka merupakan kebanggaan tersendiri bagi pasukan yang memiliki kuda yang baik. Kuda yang baik dipilih berdasarkan kriteria tinggi badan, warna bulu dan tata tandur bulu. Raja Mataram dalam beberapa kesempatan penerimaan utusan orang-orang Eropa selalu mendapatkan hadiah kuda dari para pejabat Belanda dan hal ini menyenangkan hati raja.

Dalam pelaksanaan penyerangan, seringkali kuda-kuda ini dikirim dengan diangkut melalui laut sementara pasukan infanteri yang akan menggunakan dikirim lewat daratan. Hal ini pernah terjadi ketika mangkurat I berniat menyerang Banten. Waktu itu diberangkatkan armada terdiri 50 kapal layar dan setiap kapal diisi empat puluh sampai dengan enam puluh awak kapal. sebagian dari kapal digunakan untuk mengangkut 1000 ekor kuda yang akan digunakan oleh angkatan darat.

Pasukan pembawa beban juga merupakan sistem transportasi yang digunakan dalam penyerangan Mataram. Mereka merupakan orang-orang yang didapat dari daerah-daerah yang berhasil ditundukkan Mataram dan para budak. Ketika Surabaya dan Madura diserang pada tahun 1622 sampai tahun 1624, banyak dilakukan pemindahan penduduknya. Sebagian dimukimkan di Karawang dan Sumedang untuk membuka daerah-daerah itu dan sebagian lagi dipakai sebagai pekerja paksa di kraton serta pembawa beban dalam setiap peperangan.

Kedua adalah transportasi yang dilakukan melalui laut. Kapal yang digunakan Mataram adalah jenis kapal layar. Kapal-kapal ini biasanya dibuat di sepanjang pantai utara Jawa dan dalam setiap penyerangan dapat dimuati 20 sampai 40 orang. Dalam penyerangan ke Surabaya pada tahun 1620, gubernur Jepara berangkat dengan 80 kapal dengan tujuan menguasai Gresik. Dalam penyerangan ke Sukadana pada tahun 1621, gubernur Kendal berangkat dengan kapal yang berisi 700 prajurit.

Mengenai penggunaan kapal oleh pasukan Mataram secara pokok dapat dibagi menjadi dua. Pertama sebagai sarana transportasi pasukan, kedua digunakan untuk memblokade kedudukan musuh di laut. Fungsi pertama berlaku ketika Mataram menyerang Surabaya, Sukadana, Batavia serta Banten. dalam penyerangan ke Surabaya tahun 1620 digunakan 80 kapal untuk menambah kapal-kapal yang telah ada, dan puncaknya adalah penyerangan terhadap Batavia dalam tahun 1628 dan tahun 1629 yang menggunakan seluruh kekuatan armada Mataram.

Fungsi kedua armada adalah sebagai alat untuk memblokade musuh dari laut. Dengan cara seperti ini maka musuh akan kehilangan kekuatannya karena hilangnya daya dukung perbekalan yang didapatkan dari daerah lain. Penyerangan dengan cara memblokade melalui laut ini dilakukan terhadap daerah-daerah yang mempunyai hubungan melalui laut dengan daerah lain. Derah-daerah itu biasanya bertindak sebagai pelabuhan dagang yang mempunyai kekuatan ekonomi di laut. Serangan Mataran terhadap Surabaya yang pertama pada tahun 1620 telah mengalami kegagalan, karena kurang rapatnya blokade laut yang dilaksanakan Mataram, sehingga Surabaya masih tetap mendapat suplai makanan dari Sukadana, Banjarmasin, banten dan Makasar.

C. Taktik Perang

Dalam peperangan-peperangan yang dilakukan, Mataram menggunakan dua jenis taktik perang. Pertama adalah penerapan secara umum dan kedua penerapan taktik secara khusus. Penerapan taktik yang bersifat umum berlaku sama dalam setiap penyerangan dan berkaitan dengan kondisi alam, musim, arah angin dan kondisi sosial ekonomi rakyat. Penyerangan-penyerangan yang dilakukan Mataram disesuaikan dengan irama permusiman, kondisi alam serta keadaan sosial ekonomi rakyat. Penyerangan biasanya dilakukan pada musim kemarau yaitu antara bulan Juli sampai September dengan alasan pasukan di darat lebih mudah bergerak karena kondisi alam (jalan dan penyeberangan sungai) yang lebih baik, keadaan laut yang lebih tenang karena jarangnya badai yang terjadi sehingga pelayaran armada akan lebih lancar. Sedangkan ditinjau dari kondisi sosial ekonomi akan lebih terjamin, karena keadaan logistik yang mencukupi karena petani baru saja selesai memanen padinya.






















Sabtu, 29 Mei 2010

Kulon Progo Pada Masa Penjajahan Belanda

Lapangan Karangsewu Kecamatan Galur


Di daerah inilah dulunya bekas pabrik gula di Kulon Progo didirikan penjajah Belanda, tepatnya di sebelah utara lapangan desa Karangsewu, Kecamatan Galur. Di tempat ini sekarang sudah berdiri megah gedung milik yayasan Muhammadiyah. Pabrik gula yang berdiri di tempat ini dahulu didukung oleh lahan perkebunan tebu yang ada di sekitarnya, ke barat sampai daerah Garongan, Bojong, Kanoman dan ke timur dibatasi S. Progo. Rumah-rumah kuno bergaya Eropa yang ada di sekitar lapangan tersebut dahulu merupakan rumah rumah tempat tinggal para pegawai pabrik gula maupun perkebunan tebu tersebut.







Rabu, 19 Mei 2010

2). Lanjutan PTK : Peningkatan Prestasi Belajar IPS Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples.....



D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian
Kompetensi yang menjadi materi penelitian :
  1. Mendiskripsikan interaksi sebagai proses sosial.
  2. Mengidentifikasikan bentuk-bentuk interaksi sosial.
Pelaksanaan penelitian : 20 Agustus s/d 9 September 2008, pada kelas VII D dengan jumlah 36 siswa.

* Laporan siklus 1 :
- Implementasi Tindakan :
  • Pelaksanaan tindakan bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan yang terjadi dalam pembelajaran.
  • Pelaksanaan pre tes, untuk mengetahui tingkat awal pemahaman siswa.
  • Pelaksanaan pembelajaran model E Non E : Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan tiap kelompok diberikan tugas yang berbeda. Klasifikasi gambar atau foto diberikan pada kelompok sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Pada akhir pembahasan diambil kesimpulan kelompok. Kelompok lain bertindak sebagai partisipan terhadap pembahasan terhadap pembahasan yang dilaksanakan, begitu sebaliknya.
  • Pelaksanaan pos tes.
- Observasi dan Monitoring :
  • Selama pembelajaran kolaborator bertugas melaksanakan monitoring dengan mencatat hal-hal yang positif dan negatif selama pelaksanaan.
  • Pelaksanaan angket siswa.
  • Hasil Observasi : dari 7 indikator dalam lembar observasi, 3 indikator menunjukkan tingkat partisipasi 70% sampai 80%. Dua indikator menunjukkan tingkat partisipasi 56% sampai 69%, satu indikator "tingkat interkasi siswa" menunjukkan tingkat partisipasi 41% s/d 55%.
  • Hasil Evaluasi (perbandingan pos tes dengan pre tes), menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hasil pre tes siklus pertama rata-rata sebesar 53,61 sedang hasil pos tes sebesar 94,72. Tingkat kenaikan sebesar 37,78.
  • Dari 6 daftar pertanyaan dalam angket dengan opsi apabila : siswa memilih jawaban A (sangat bermanfaat), B(bermanfaat), C(cukup bermanfaat), D(tidak bermanfaat), hasilnya adalah : jawaban A = 97, B= 81, C=33, D=0.
- Analisis dan Refleksi
  • Peneliti bersama kolaborator secara bersama-sama menganalisis hasil yang tertulis pada lembar observasi dan memverifikasi dengan hipotesa tindakan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengukur apakah proses pembelajaran sudah sesuai dengan rencana.
  • Kegiatan refleksi dilaksanakan dengan cara mendiskusikan hasil observasi antara peneliti dengan kolaborator
  • Berdasarkan hasil observasi pada saat pembelajaran diketahui bahwa tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran belum maksimal, setelah dianalisis bersama antara peneliti dengan kolaborator dihasilkan refleksi sebagai berikut : 1. Siswa kurang fokus pada kegiatan pembelajaran karena bentuk penyajian LKS belum menyatu antara foto yang diamati dengan tugas yang harus dikerjakan. 2. Karena tiap kelompok belajar diberi tugas yang berbeda justru menyebabkan kegiatan pada penyimpulan kurang terfokus. 3. Kegiatan tanya jawab terlalu lama sehingga kegiatan diskusi menjadi kurang waktu. 4. Foto atau gambar yang ditampilkan kurang memaksimalkan perhatian siswa, oleh karena itu harus dilengkapi dengan foto atau gambar yang berhubungan dengan peristiwa penting dari media cetak maupun elektronik.
* Laporan Siklus 2 :
- Implementasi tindakan :
  • Seperti pada siklus pertama pelaksanaan tindakan bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan.
  • Pelaksanaan pre tes
  • Pelaksanaan pembelajaran
  • Pelaksanaan pos tes
- Observasi dan monitoring :
  • Seperti pada siklus pertama, tugas kolaborator memantau pelaksanaan pembelajaran baik proses, partispasi siswa, guru dan sarana prasarana pembantu.
  • Pelaksanaan angket siswa.
  • Hasil Observasi : terjadi peningkatan dibanding siklus pertama. Dari 7 indikator pengamatan, 4 indikator menunujukkan tingkat partisipasi 86% s/d 100%, Tiga indikator menunjukkan tingkat partisipasi 70% s/d 85%.
  • Hasil perbandingan evaluasi pada siklus pertama dengan siklus kedua menunjukkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Hasil rata-rata pre tes pada siklus pertama sebsar 53,61 dan hasil pos tes pada siklus pertama sebesar 94.72. Ini berarti terjadi tingkat kenaikan dari pre tes ke pos tes sebesar 57,50
  • Dari enam daftar pertanyaan yang diajukan, siswa yang menjawab A : 170, B : 36, C : 10, D : 0.
- Analisis dan refleksi
  • Seperti pada siklus pertama peneliti bersama kolaborator menganalisa hasil yang tertulis pada lembar observasi dan memverifikasi dengan hipotesa tindakan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengukur apakah proses pembelajaran sudah sesuai dengan yang diharapkan. Disamping itu juga sebagai bahan pembanding hasil observasi pada siklus pertama.
  • Kegiatan refleksi dilaksanakan dengan cara mendiskusikan hasil observasi antara peneliti dengan kolaborator. Diskusi dilaksanakan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilaksanakan dan kemudian membandingkan dengan siklus pertama.
B. Pembahasan

1. Efek tindakan terhadap minat belajar siswa
Dari hasil angket pad siklus pertama dan kedua menunjukkan angka kenaikan jumlah komulatif dari seluruh pernyataan yaitu dari 97 menjadi 170 untuk pernyataan A, sedang untuk pernyataan B jutru mengalami penyusutan dari 81 menjadi 36. Demikian juga untuk pernyataan C dan D, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Efek tindakan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan dari hasil observasi dari kolaborator menunjukkan terjadi peningkatan kulaitas proses pembelajaran. Partisipasi siswa dikatakan meningkat apabila indikator keberhasilan menunjukkan skor 70% - 100%. Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa skor A mengalami kenaikan 57,14%, skor B tetap, skor C menurun 28,57%(dibaca peningkatan kualitas pembelajaran).

3. Efek tindakan terhadap peningkatan pemahaman siswa.
Berdasarkan perbandingan hasil po tes pada siklus pertama dengan siklus kedua nampak terjadi peningkatan dari pemahaman siswa terhadap kompetensi yang diajarkan.

4. Efek tindakan terhadap penyempurnaan media dan model pembelajaran.
Dari pelaksanaan siklus pertama diketahui bahwa tingkat partisipasi siswa masih rendah. Setelah melalui proses analisis dan refleksi diketahui bahwa rendahnya tingkat partisipasi tersebut disebabkan siswa kurang konsen terhadap LKS. Antara foto yang diamati masih terpisah dengan tugas yang tertuang dalam LKS sehingga sebagian anggota kelompok belajar hanya terfokus dalam pengamatan gamnbar. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran siklus kedua, format LKS disempurnakan. Foto-foto di scan dan kemudian dimasukkan dalam format LKS. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam siklus kedua tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan.


E. PENUTUP

1. Kesimpulan :
  • Pelaksanaan tindakan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat terlihat dari hasil evaluasi pada siklus pertama maupun kedua.
  • Pelaksanaan tindakan dapat meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran.
  • Pelaksanaan tindakan dapat melengkapi dan menyempurnakan instrumen media pembelajaran.
2. Saran
  • Agar sekolah lebih meningkatkan perhatiannya pada pelaksanaan pembelajaran dari mata pelajaran Non Ujian Nasional agar dapat berkembang sejajar dengan pelajaran yang diujikan dalam UN.
  • Guru-guru IPS agar lebih pro aktif dalam usaha untuk mencoba metode maupun model-model pembelajaran yang bersifat inovatif.
  • Lembaga Dinas Pendidikan Tingkat Kabupaten agar lebih aktif dalam mefasilitasi kegiatan MGMP guru-guru IPS di wilayahnya masing-masing

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Wahab, (2007) Metode dan Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung, Alfabeta.

Badan Standar nasional Pendidikan, (2006), Model Pembelajaran IPS Terpadu, Depdiknas

Dimyati, (1994), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta

Slameto, (1995), Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta, PT Rineka Cipta

Sunarto, Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jkarta, Rineka Cipta.

Winkel, WS, (1987), Psikologi Pengajaran, Yogjakarta, Kanisius.


Selesai

















Sabtu, 15 Mei 2010

1). PTK : Peningkatan Prestasi Belajar IPS Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples pada Kelas VII SMP Negeri 2 Panjatan Kulon Progo

Peningkatan Prestasi Belajar IPS
Melalui Penerapan Model Pembelajaran
Examples Non Examples Pada Kelas VII
SMP Negeri 2 Panjatan Kulon Progo

oleh :
Nugroho Udi Raharjo

Dibiayai oleh :
Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan melalui
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


Kerjasama dengan Lemlit Universitas Negeri Yogyakarta


Lama Penelitian : 6 bulan ( Mei - Oktober 2008)


Abstrak :
Penelitian tindakan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Examples Non Examples dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPS. Salah satu faktor penting yang menjadi permasalahan dalam pembelajaran IPS saat ini adalah pelaksanaan kegiatan pembelajarannya khususnya kompetensi dasar sosiologi yang tidak maksimal, sehingga menyebabkan tingkat pemahaman dan prestasi siswa rendah. Penelitian tindakan ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Oktober 2008 pada kelas VII SMP Negeri 2 Panjatan Kulon Progo, dan dilaksanakan dalam dua siklus. Pelaksanaan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran CTL Examples Non Examples pada kompetensi dasar sosiologi dengan tahapan : menyusun rencana pembelajaran, menyeleksi dan menstransformasikan foto/gambar yang berkaitan dengan proses sosial dalam LKS, tanya jawab dan diskusi kelompok tentang proses sosial, catatan dari hasil diskusi. Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model deskriptif kualitatif.
Dari hasil temuan permasalahan ternyata bahwa prestasi siswa dalam pembelajaran IPS masih belum maksimal, sehingga dilaksanakan aspek tindakan dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples. dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPS (sosiologi) dengan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan kompetensi profesionalitas guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan pada hasil siklus kedua lebih meningkat dari siklus pertama.

Kata kunci : Prestasi Belajar, Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples.


A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Mata pelajaran IPS SMP saat ini dituntut merupakan mata pelajaran terpadu dengan unsur-unsur ilmu Geogravi, Ekonomi, Sejarah dan Sosiologi. Untuk memadukan beberapa disiplin imu sosial tersebut tidaklah mudah, oleh karena itu perubahan IPS menjadi matapelajaran terpadu dilaksanakan secara bertahap. Saat ini pembelajarn IPS SMP baru pada tahap mengumpulkan seluruh Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS yang materinya diambilkan dari mata pelajaran Geogravi, Ekonomi, Sejarahdan Sosiologi kemudian diberi label mata pelajaran IPS.

Permasalahan di sekolah yaitu kenyataannya bahwa guru IPS SMP pada umumnya merupakan guru dengan basis dasar keilmuan yang terpisah-pisah, mengikuti lembaga kependidikan yang dahulu mempersiapkannya, sebagai contoh guru dengan basis ilmu pendidikan Sejarah, Ekonomi, Geogravi. Kenyataan ini merupakan salah satu andil mengapa pelajaran IPS SMP tidak dapat optimal baik proses maupun hasilnya.

Sosiologi merupakan salah satu komponen pembentuk matapelajaran IPS SMP ternyata mempunyai porsi SK yang cukup banyak (20 SK dari kelas VII sampai dengan kelas IX) atau menempati 20 % dari seluruh mata pelajaran IPS.

Sekolah sendiri ternyata belum siap dalam menghadapi perubahan ini, kenyataanya bahwa alat-alat peraga yang tersedia di sekolah masih merupakan alat peraga Sejarah, geogravi maupun Ekonomi

Berdasarkan kendala-kendala tersebut perlu dicari suatu upaya agar pembelajaran IPS SMP dapat dilaksanakan secara optimal. Untuk itu guru IPS dituntut lebih kreatif dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajarannya, terutama pelaksanaan pembelajaran IPS yang mudah, murah tetapi dapat optimal hasilnya.

Penerapan model pembelajaran Examples Non Examples merupakan salah satu cara penerapan yang dipandang mudah dan murah tersebut, yaitu dengan memanfaatkan foto-foto tentang kegiatan manusia sehari-hari untuk mendukung pelaksanaan SK Sosiologi pada pembelajaran IPS SMP.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : " Apakah penerapan model pembelajaran Examples Non Examples dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPS (sosiologi)".

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : "Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran Examples Non Example dalam meningkatkan pemahaman siswa kelas VII SMP Negeri 2 Panjatan terhadap mata pelajaran IPS (sosiologi).

4. Manfaat Hasil Penelitian
Bagi siswa : Memudahkan siswa dalam mengembangkan ketrampilan berpikir dalam pemahaman konsep-konsep IPS, Melatih siswa berpola pikir kritis.
Bagi guru : guru memiliki kreatifitas dalam mengembangkan model pembelajaran dan menciptakan peraga/media pembelajaran IPS.
Bagi sekolah : tercipta suasana pembelajaran yang kondusif sebagai upaya untuk mengembangkan wawasan wiyata mandala.

B. KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA
1. Kerangka Teoritik
Terdapat pengertian tiga istilah : motivasi, minat dan prestasi belajar.
Pengertian motivasi menurut Winkel : motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar. Definisi minat menurut Slameto : minat adalah keinginan yang besar terhadap sesuatu. Adapun prestasi belajar adalah hasil suatu usaha belajar yang diperoleh setelah melalui tahapan proses tertentu.

2. Model Pembelajaran E Non E
Merupakan kegiatan pembelajaran yang mengandung dua unsur utama yaitu penggunaan contoh-contoh berupa gambar/foto yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan dan pelaksanaan diskusi dari hasil pengamatan gambar. kegunaan foto untuk memperjelas konsep, sedang manfaat diskusi diantaranya untuk memecahkan masalah, mengambangkan dan mengubah sikap, menyadari adanya perbedaan pandangan, pengembangan ketrampilan kepemimpinan, membantu siswa merumuskan masalah dan prinsip. Adapun langkah-langkah pembelajaran E Non E adalah : persiapan gambar-gambar sesuai dengan SK dan KD. Selanjutnya memberi kesempatan kepada siswa untuk mencermati dan menganalisis gambar, dan terakhir diskusi kelompok pembahasan gambar yang ditampilkan.

3. Tindakan yang akan dilaksanakan.
Konsepsi Teoritik : pembelajaran sosiologi selama ini kering dan kurang bermakna karena hanya menyajikan teori dan konsep sosial yang dijejalkan kedalam pikiran siswa dan kurang bersifat aplikatif. Dengan menyajikan pelajaran menggunakan model E Non E berusaha untuk menggunakan peristiwa-peristiwa sosial masyarakat sebagai sumber sekaligus laboratorium pembelajaran.

Dasar pemikiran pelaksanaan model pembelajaran E Non E adalah kesederhanaan dalam perencanaan, biaya murah, mudah dilaksanakan, namun dapat dikembangkan seluas-luasnya.

4. Prosedur Pelaksanaan
Penelitian terdiri dua siklus dengan materi kompetensi dasar yang berbeda. Pada siklus kesatu pembelajaran dilaksanakan dengan metoda tanya jawab dan informasi dari guru membahas beberapa foto atau gambar masalah sosial yang relevan dengan KD yang sedang dipelajari. Dari kegiatan pelaksanaan dicatat hasilnya oleh kolaborator untuk mengetahui seberapa besar efektifitas pembelajaran. Instrumen lain yang dipakai adalah : lembaran angket siswa, lks, instrumen test. Setelah siklus pertama selesai dilaksanakan refleksi bersama kolaborator yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan proses pembelajaran dalam siklus pertama. Selanjutnya berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus pertama, disusun rencana pelaksanaan siklus kedua. Rencana pada siklus kedua kurang lebih sama dengan siklus pertama perbedaannya hanya terletak pada sajian pembelajaran untuk meningkatkan tingkat pemahaman siswa. Setelah siklus kedua berakhir dilaksanakan refleksi akhir untuk mengetahui perbandingan keberhasilan dari kedua siklus yang telah dilaksanakan.

5. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan konsepsi teoritik dan prosedur pelaksanaan yang direncanakan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
"Dengan penerapan model pembelajaran E Non E dapat meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS (sosiologi)".

C. PROSEDUR PENELITIAN
1. Setting Penelitian
Sasaran penelitian ini direncanakan adalah kelas VII SMP Negeri 2 Panjatan, Kulon Progo pada semester satu tahun pelajaran 2008/2009. Adapun lama penelitian selama 6 bulan, dari pertengahan Mei 2008 sampai pertengahan Oktober 2008. KD yang akan dijadikan materi penelitian adalah : 1. Mendiskripsikan interaksi sebagai proses sosial. 2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial.

2. Prosedur
Penelitian ini direncanakan secara kolaboratif dengan sesama guru IPS dengan basis pendidikan yang berbeda. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
* Perencanaan
  1. Membuat RPP
  2. Mengumpulkan dan menyeleksi gambar/foto
  3. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok
  4. Menyiapkan lembar observasi
  5. Menyiapkan lembar angket
  6. Menyiapkan lks
  7. Menyusun parangkat test.
  8. Kordinasi dengan kolaborator tentang pelaksanaan pembelajaran
* Implementasi
  1. Pelaksanaan tindakan bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan.
  2. Pelaksanaan Pre Test
  3. Pelaksanaan Pembelajaran
  4. Post Test
* Observasi dan monitoring
  1. Selama kegiatan pembelajaran siswa bertugas melaksanakan monitoring untuk mengamati partisipasi siswa dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan.
  2. Pengisian dan pengumpulan angket.
* Analisis dan Refleksi
  1. Peneliti bersama kolaborator secara bersama-sama menganalisis hasil yang tertulis pada lembar observasi dan memverifikasi dengan hipotesa tindakan.
  2. Kegiatan refleksi dilaksanakan dengan cara mendiskusikan hasil observasi antara peneliti dan kolaborator.
(berlanjut pada ...2)
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm




Minggu, 09 Mei 2010

PTK : PENINGKATAN MINAT BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MONOLOG ROLE PLAYING FOR DISCUSSION PADA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PANJATAN

Pelaksanaan Monolog Role Playing


Pelaksanaan Diskusi Kelompok


ABSTRAK

Penelitian tindakan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Monolog Role Playing for Discussion dalam meningkatkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS. Salah satu faktor penting pemakaian model pembelajaran ini karena pada kompetensi dasar tentang masalah perpajakan perlu mendapat penekanan tertentu. Hal ini diperlukan karena apresiasi siswa SMP N 2 Panjatan mengenai masalah perpajakan masih rendah. Diharapkan dengan tingkat apresiasi yang baik terhadap permasalahan perpajakan dapat menjadi bekal hidup bermasyarakat.

Penelitian tindakan ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009 pada kelas VIII SMP N 2 Panjatan Kulon Progo, dan dilaksanakan dalam dua siklus. Pelaksanannya melalui tahapan : menentukan kompetensi dasar masalah perpajakan, menyusun RPP tentang perpajakan, menentukan instrumen yang akan dipakai sebagai tolok ukur pencapaian, menentukan dan melaksanakan model pembelajaran Monolog Role Playing for Discussion yang dibagi menjadi tiga tahap : pelaksanaan bermain peran dan diskusi kelompok, analisa keberhasilan dan kekurangannya dan kesimpulan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran Monolog Role Playing for Discussion dapat meningkatkan minat belajar siswa kompetensi dasar perpajakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil catatan observasi, peningkatan nilai pre tes maupun pos tes baik pada siklus kesatu maupun kedua maupun dari hasil angket siswa.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Apabila kita mendalami pelaksanaan pembelajaran IPS di SMP saat ini ternyata ada beberapa kompetensi dasar IPS yang diharapkan mampu membekali siswa dalam kehidupan sosialnya di masyarakat nantinya. Penyampaian pada kompetensi-kompetensi dasar tertentu perlu mendapat penajaman dalam penyampaiannya dengan tujuan agar siswa mempunyai minat dsn tingkat pemahaman yang lebih baik dari nilai-nilai yang diharapkan dari kompetensi dasar tersebut. Oleh karena itu kreatifitas dan inovasi pembelajaran sangat dibutuhkan bagi guru-guru IPS.

Kompetensi Dasar tentang "Fungsi Pajak dalam Perekonomian Nasional" yang terdapat pada semester 2 kelas VIII, merupakan KD yang perlu mendapat penajaman dalam penyampaian kepada siswa. Hal tersebut sangat diperlukan mengingat pemahaman siswa tentang masalah perpajakan masih rendah. Diharapkan dengan pelaksanaan berbagai motivasi pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk mempelajari masalah perpajakan sehingga suatu saat nanti diharapkan setelah bermasyarakat merupakan individu yang sadar tentang pentingnya masalah pajak bagi perekonomian negara.

Berdasarkan asumsi di atas, maka dilaksanakan penelitian tindakan ini. Dengan menggunakan metode "Monolog Role Playing for Discussion" kepada siswa disajikan beberapa contoh pelaku ekonomi yang juga merupakan anggota masyarakat dalam menghadapi dan melaksanakan kebijakan-kebijakan perpajakan pemerintah. Selanjutnya dari hasil pengamatan akan nampak berbagai perilaku sosial dari beberapa tokoh tersebut yang akan menjadi bahan diskusi kelompok siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa faktor yang menjadi latar belakang masalah dalam pembelajaran IPS Kelas VIII "Fungsi Pajak dalam perekonomian Nasional" dapat disajikan menjadi rumusan masalah sebagai berikut : "Apakah penerapan model pembelajaran Monolog Role Playing for Discussion dapat meningkatkan minat siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Panjatan terhadap mata pelajaran IPS".

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1. Tujuan : untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran Monolog Role Playing for Discussion (MRPD) dalam meningkatkan minat siswa kelas VIII SMP N 2 Panjatan terhadap mata pelajaran IPS.
2. Manfaat : Bagi siswa, dapat mengembangkan ketrampilan berpikir siswa dalam memahami konsep-konsep IPS. Bagi guru, dapat membandingkan efektifitas dalam pemakaian berbagai metode pembelajaran. Bagi sekolah, peningkatan kinerja para guru yang akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

D. Kajian Teori dan Pustaka

1. Kerangka Teoritik.
Motivasi : mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia (Dimyati : 1994, 175)
Minat : kecenderungan tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang (Slameto, 1995, 57)
faktor psikologi anak : pada usia remaja anak berada pada masa yang disebut "masa operasi formal". Pada masa itu remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang "mungkin" disamping hal yang "nyata". Pada masa usia remaja ini anak sudah dapat berpikir abstrak (Sunarto dan Agung Hartono : 2006, 104).

2. Model Pembelajaran
Pengertian model MRPD dapat dibagi kedalam dua pengertian utama yaitu "Monolog Role Playing" dan "Discussion". Metode role playing dapat diartikan suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan tokoh hidup atau mati. Pelaksanaan role playing juga dapat dilakukan dengan mengangkat berita aktual yang terkait dengan pokok pembahasan, selanjutnya menunjuk dua orang atau lebih untuk memerankan karakter tokoh yang berbeda, keduanya berdialog, peserta lainnya menjawab, guru meminta pemeran untuk menceritakan perasaannya, guru meminta komentar siswa lainnya (M Nurdin, 2004 : 104-110
dalam http://Syaharudin, wordpress.com : 2)

Apabila bermain peran tersebut dimainkan seorang siswa dengan memerankan seorang tokoh yang mengutarakan sebagian pengalaman hidupnya kepada orang lain dengan cara melakukan pembicaraan dengan dirinya sendiri atau sebagai pelaku tunggal yang membawakan percakapan, maka hal tersebut merupakan pelaksanaan "monolog role playing"

Bagian kedua adalah pengertian "discussion" yang dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan belajar dengan melakukan pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu permasalahan.Permasalahan-permasalahan yang dibahas adalah permasalahan yang dilontarkan pada saat pelaksanaan "role playing"

Metode MRPD dapat diartikan sebagai bentuk penggabungan antara pelaksanaan monolog role playing dan discussion. Hasil kegiatan pada saat role playing akan menjadi bahan diskusi kelompok. Hasil pembelajaran dari kegiatan pada saat monolog role playing dapat berupa berbagai macam sikap siswa terhadap tindakan para pelaku atau tokoh yang ditampilkan dalam kehidupan sosialnya. Sedang hasil kegiatan diskusi kelompok merupakan hasil tanggapan siswa terhadap kegiatan sosial yang dilakukan para pelaku atau tokoh dalam bermain peran.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran MRPD dibagi dalam lima tahap : Pertama, merupakan perencanaan guru dengan menentukan beberapa tokoh dengan sikap dan watak yang bebeda dalam menanggapi masalah perpajakan. Kedua, memilih para siswa yang akan ditunjuk menjadi pemeran tokoh yang tertulis dalam skenario dengan berbagai sikap sosialnya yang berbeda dalam menanggapi masalah perpajakan. Tahap ketiga, merupakan pelaksanaan monolog yang dilakukan siswa yang telah ditunjuk guru sementara siswa lainnya memperhatikan dan mencocokkan atau menyesuaikan dengan sikapnya sendiri. Tahap keempat adalah pelaksanaan diskusi dengan materi yang ada dalam kegiatan role playing sebelumnya. Pada tahap keempat ini akan nampak berbagai tanggapan siswa yang merupakan hasil penyesuaian sikap tokoh/pelaku dalam role playing dengan sikap siswa/kelompok masing-masing. Tahap kelima berupa kesimpulan kelompok yang merupakan sikap kelompok terhadap beberapa masalah yang dilakukan para subjek pajak yang ditampilkan para tokoh.

Pelaksanaan model pembelajaran ini diharapkan dapat mengembangkan sikap siswa terhadap masalah-masalah perpajakan kearah sikap yang positif sehingga menjadi generasi yang sadar betapa pentingnya masalah perpajakan bagi kemajuan bangsa. Dengan menanamkan sikap positif sejak dini terhadap para siswa tentang masalah perpajakan diharapkan nantinya akan tumbuh menjadi generasi yang lebih baik pemahamannya terhadap masalah perpajakan.

3. Tindakan Yang Akan Dilakukan
a. Konsep Teoritik
Pelaksanaan model belajar MRPD merupakan pelaksanaan pembelajaran dengan menampilkan para siswa yang ditunjuk untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu. Para siswa dalam menampilkan para tokoh tersebut berusaha untuk membawakan watak yang sebenarnya dari para tokoh. Berbeda dengan role playing pada umumnya, monolog role playing merupakan bentuk dialog seorang tokoh dalam menanggapi suatu permasalahan tertentu. Dari tampilan beberapa watak dan sikap tersebut akan menjadi bahan diskusi kelompok. Diharapkan akan muncul beberapa tanggapan dengan berbagai argumen yang disesuaikan dengan sikap masing-masing individu maupun kelompok.

b. Prosedur Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan terdiri dua siklus dengan KD yang sama tetapi dengan materi yang berbeda. Pada siklus kesatu pembelajaran dilaksanakan dengan metode monolog role playing for discussion dengan materi "Cara Menghitung Besaran Pajak Proporsional". Dari kegiatan pelaksanaan pada siklus pertama dicatat hasilnya oleh guru kolaborator untuk mengetahui seberapa besar partisipasi siswa dalam pembelajaran. Instrumen lain yang dipakai untuk mengetahui minat siswa yaitu dengan membagikan angket kepada siswa. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan tes/evaluasi akhir yang hasilnya akan dibandingkan dengan tes awal dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Setelah selesai kegiatan siklus pertama, kemudian dilaksanakan refleksi dengan guru kolaborator tentang kelemahan-kelemahan pelaksanaan siklus pertama.

c. Hipotesa Tindakan
Berdasarkan konsepsi teoritik dan prosedur pelaksanaan yang direncanakan, dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : Apakah penerapan model pembelajaran Monolog Role Playing forDiscussion dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS.


BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan secara kolaboratif dengan sesama guru IPS yang mempunyai latar belakang pendidikan formal IPS Sejarah dan Geogravi. Dilaksanakan dua siklus. Pada masing-masing akhir siklus dilaksanakan refeksi untuk mengetahui seberapa besar partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dengan mengetahui tingkat partisipasi siswa tersebut selanjutnya akan dipakai sebagai ganbaran untuk mengetahui besarnya minat siswa terhadap pembelajaran. Adapun langkah-langkah perencanaan prosedur penelitian secara terinci adalah sebagai berikut :
  • Menyusun RPP
  • Menyusun scenario sebagai bahan pelaksanaan monolog role playing. Yang dimaksud disini adalah rancangan cerita atau kisah yang dialami para pelaku wajib pajak. Masing-masing siklus terdiri tiga skenario.
  • Menyiapkan siswa untuk membawakan skenario. Siswa yang dipilih untuk memerankan tokoh yang ada dalam skenario, diberikan teks terlebih dahulu untuk dipelajari dengan maksud agar pada waktu pelaksanaan benar-benar dapat menjiwai watak tokoh dalam skenario.
  • Membagi siswa satu kelas menjadi beberapa kelompok diskusi. Tiap kelompok diskusi mempunyai tugas untuk membahas sikap dari para tokoh / pelaku.
  • Kesimpulan kelompok
B. Subjek Penelitian
Sasaran penelitian adalah kelas VIII SMP Negeri 2 Panjatan, Kulon Progo pada semester 2 tahun pelajaran 2008/2009. Siswa yang menjadi subjek penelitian ini sebanyak 37 siswa yang terdiri laki-laki 20 siswa dan perempuan sebanyak 17 siswa.

C. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kuantitatif. Data-data tersebut diperoleh dengan cara :
  1. Pelaksanaan Tes : dilaksanakan empat kali, pada saat siklus kesatu sebanyak dua kali (pre dan pos), dan dua kali pada siklus kedua (pre dan pos).
  2. Observasi : Observasi dilaksanakan oleh kolaborator sebanyak dua kali yaitu pada saat pelaksanaan siklus pertama dan kedua.
  3. Angket Siswa : dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu pada akhir siklus pertama dan akhir siklus kedua.
D. Validasi Instrumen
Validasi dilaksanakan terhadap :
  1. Validasi Instrumen Tes. Dilaksanakan dengan cara sampel terhadap beberapa siswa. Siswa yang dipilih dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan kemampuannya, yaitu : siswa dari rangking atas diambil dua siswa, rangking sedang dua siswa, rangking rendah dua siswa. Kepada siswa disamping diberi lembaran soal yang akan divalidasi juga diberi daftar isian yang harus diisi berdasarkan hasil pengamatan pada lembar soal. Daftar isian dibuat secara sederhana dan untuk masing-masing soal siswa harus menjawab sebuah pertanyaan yang isi jawabannya berdasarkan skala sikap.
  2. Validasi Instrumen Observasi. Dilaksanakan dengan cara validasi teman sejawat yaitu antara peneliti dan kolaborator masing-masing memeberikan penilaian terhadap instrumen yang telah dibuat. Hasil penilaian dari dua belah pihak dijadikan pembahasan bersama dan selanjutnya disempurnakan secara bersama-sama pula. Penyempurnaan instrumen ditekankan pada ketepatan didalam mengukur kegiatan pembelajaran.
  3. Validasi Angket. Dilaksanakan hampir sama dengan validasi tes yaitu kepada para siswa dibagikan lembaran angket dan daftar isian. Pengisian daftar isian dilakukan setelah membaca lembaran angket. Perbedaannya dengan validasi tes ialah bahwa pelaksanaan validasi angket ini siswa diambil secara acak tanpa memperhitungkan tingkat kemampuan siswa.
D. Tehnik Analisa Data

1. Analisa Data Kualitatif
Yang termasuk data kualitatif adalah observasi dan penilaian siswa. Catatan-catatan observasi dibuat sejak awal kegiatan pembelajaran sampai dengan akhir pembelajaran. Catatan data pembelajaran yang jumlahnya cukup banyaktersebut diseleksi dan dikelompokkan. Hasil pengelompokan data ini dimasukkan kedalam lembar observasi. Catatan-catatan yang merupakan hasil dan tertuang dalam lembar observasi ini kemudian dibahas secara bersama.

Data kualitatif berikutnya diperoleh dari kegiatan penilaian yang dilaksanakan sebanyak empat kali. Penilaian pertama dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran siklus kesatu, penilaian kedua dilaksanakan setelah kegiatan siklus kesatu. Antara penilaian pertama dan kedua ini dibandingkan dan hasilnya merupakan gambaran tingkat kemajuan (baca kualitas) pembelajaran pada siklus kesatu. Penilaian ketiga yang dilaksanakan sebelum siklus kedua juga dibandingkan dengan hasil penilaian keempat yang dilaksanakan setelah pembelajaran pada siklus kedua. Hasil perbandingan penilaian ketiga dengan keempat ini memberikan gambaran kemajuan (kualitas) pembelajaran pada siklus kedua.Selanjutnya prosentase kemajuan pada siklus pertama dibandingkan dengan prosentase kemajuan siklus kedua. Hasil perbandingan akan memberikan gambaran apakah perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada siklus kedua oleh peneliti dapat tercapai atau tidak.

2. Data Kuantitatif.

Data kuantitatif yang dinanalisa adalah hasil angket. Lembaran angket yang terdiri dari beberapa pertanyaan diklasifikasikan berdasarkan sifat pertanyaan itu sendiri. Sedangkan hasil tiap pertanyaan diklasifikasi lagi menjadi tiga jenis skala sikap. Dari hasil skala sikap ini akan menunjukkan sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran, apakah siswa mempunyai minat yang besar, sedang atau rendah. Hasil komulatif dari seluruh siswa pada kelas tersebut terhadap seluruh pertanyaan merupakan tingkatan minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran.


BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian Pada Siklus Pertama

1. Hasil Observasi.
Kegiatan observasi pada siklus pertama berupa data-data yang cukup banyak. Dari data-data yang cukup banyak yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti maupun kolaborator, untuk memudahkan akhirnya dirangkum dalam sebuah tabelyang berisi tentang delapan pertanyaan dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Penilaian tiap pertanyaan dilakukan berdasarkan pemberian skor. untuk pertanyaan nomor 1 s/d 6 dibagi dalam 3 klasifikasi. Klasifikasi A apabila prosentase rata-rata siswa yang melaksanakan indikator pertanyaan bersangkutan sebesar 86% s/d 100%. Klasifikasi B apabila prosentasenya sebesar 70% s/d 85%. Klasifikasi C apabila prosentasenya sebesar 56% s/d 69%, klasifikasi D apabila prosentasenya sebesar 41 s/d 55%, klasifikasi E apabila prosentasenya sebesar 0% s/d 40%.

Dari hasil observasi pada siklus kesatu berhasil dikumpulkan data-data sebagai berikut:
  • Indikator 1 : kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran mencapai bobot A yang berarti tingkat partisipasi siswa mencapai 86% s/d 100%.
  • Indikator 2 : tingkat perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran mencapai bobot A dengan tingkat partisipasi 86 s/d 100%.
  • Indikator 3 : keaktifan siswa dalam usahanya untuk menguasai materi, mencapai bobot B yang berarti tingkat partisipasi mencapai 70% s/d 85%.
  • Untuk indikator 4,5, dan 6 yang merupakan indikator tanggapan siswa terhadap pertanyaan guru, menanggapi pertanyaan temannya sendiri serta dalam mengemukakan gagasan, mencapai bobot B dengan tingkat partisipasi sebesar 70% s/s 100%.

2. Hasil Penilaian
Hasil pre tes pada siklus pertama diperoleh hasil sebagai berikut : tiga orang siswa memperoleh nilai skor 20, tiga siswa memperoleh nilai 30, duapuluh siswa memperoleh nilai 40, delapan siswa memperoleh nilai 50, Jumlah nilai mencapai 1470 dan rata-rata nilai 39,73. Hasil pos tes pada siklus pertama diperoleh hasil sebagai berikut : satu siswa memperoleh nilai 30, satu siswa memperoleh nilai 40, enam siswa memperoleh nilai 50, limabelas siswa memperoleh nilai 60, delapan siswa memperoleh nilai 70, enam siswa memperoleh nilai 80, Jumlah nilai yang dicapai 2310 dengan rata-rata nilai 62,43.

Tingkat kenaikan pada siklus 1 adalah : tiga siswa tidak mengalami kenaikan (nilainya sama antara pres tes dengan pos tes), lima siswa mencapai kenaikan nilai 10, empat belas siswa mencapai kenaikan nilai 20, sembilan siswa mencapai kenaikan nilai sebesar 30, enam siswa mencapai kenaikan nilai 40. Adapun jumlah kenaikan nilai sebesar 840 dan rata-rata tiap siswa mencapai kenaikan sebesar 22,70.

3. Hasil Angket.
Angket dilaksanakan setelah pelaksanaan siklus pertama, Jawaban angket merupakan skala sikap terdiri 3 jawaban aspek minat. Jawaban A : apabila merasa pembelajaran sangat besar manfaatnya bagi siswa, jawaban B : apabila pembelajaran bermanfaat bagi ssiwa, jawaban C : apabila pembelajaran kurang bermanfaat bagi siswa. Pertanyaan yang diberikan sejumlah 6 pertanyaan meliputi aspek minat dalam mengikuti pembelajaran, pemahaman materi, suasana kelas, minat bertanya, minat menjawab pertanyaan, dan minat mengikuti pembelajaran berikutnya.

Adapun hasinya sebagai berikut
  • Pertanyaan 1 "Minat saya dalam mengikuti pelajaran" : 31 siswa (83,78%) menjawab B, 6 siswa (16,22%) menjawab C (kurang bermanfaat).
  • Pertanyaan 2 "Materi pelajaran mudah dipahami atau tidak" : 18 siswa (48,65%) menjawab B (mudah dipahami), 19 siswa (51.35%) menjawab C (sulit dipahami).
  • Pertanyaan 3 "Keadaan kelas selama pembelajaran" : 5 siswa (13,51 %) menjawab B (mendukung pembelajaran), 32 siswa (86,49%) menjawab C (kurang mendukung).
  • Pertanyaan 4 "Minat saya dalam mengajukan pertanyaan" : sebanyak 23 siswa (62,16%) menjawab B (berminat), 14 siswa (37,84%) menjawab C (kurang berminat).
  • Pertanyaan 5 "Minat saya dalam menjawab pertanyaan" : 18 siswa (46,65%) menjawab B (berminat)19 siswa (51,35%) menjawab C (kurang bermunat).
  • Pertanyaan 6 "Minat dalam mengikuti pelajaran berikutnya" : 23 siswa (62,16%) menjawab B (berminat), 14 siswa (37,16%) menjawab C (kurang berminat).
B. Hasil Penelitian Pada Siklus Kedua

1. Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi pada siklus pertama terdapat beberapa kelemahan selama kegiatan pembelajaran, maka pada pelaksanaan siklus kedua kelemaham-kelemahan tersebut diusahakan untuk diminimalisir agar bisa mencapai hasil maupun tujuan yang diharapkan.

Kelemahan pertama terjadi pada saat pelaksanaan monolog role playing, siswa yang diberi tugas untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam skenario cerita kurang bisa membawakan secara mendalam watak para tokoh yang ada dalam cerita. Hal ini disebabkan kurang mendalamnya penjiwaan para siswa terhadap isi skenario. Untuk memperbaiki kelemahan tersebut dalam pelaksanaan siklus kedua, yaitu dengan cara lebih selektif dalam memilih siswa yang akan diberi tugas untuk memerankan tokoh-tokoh cerita tersebut. Siswa yang diberi tugas untuk memerankan sebaiknya dipilih yang bisa memerankan watak tertentu, diantaranya watak jujur, sederhana, egois, pembohong, sabar, ulet atau watak-watak lain yang sesuai tuntutan skenario.

Kelemahan kedua terdapat pada rancangan skenario itu sendiri. Susunan skenario pada siklus pertama kurang bisa menampilkan watak dari para tokoh yang ada dalam skenario. Rancangan skenario pada siklus pertama sangat dangkal, kering dan kurang tajam dalam menampilkan sikap para pelaku. Untuk memperbaikinya maka pada siklus kedua penampilan watak dari para pelaku yang ada dalam skenario cerita lebih dipertajam dengan cara lebih banyak menampilkan tindakan para pelaku dalam menyikapi kebijakan perpajakan.

Kelemahan ketiga pada pelaksanaan siklus pertama terjadi pada saat pelaksanaan diskusi kelompok. Banyak peserta diskusi yang bersifat statis dalam menanggapi permasalahan yang menjadi bahan diskusi. Berdasarkan hasil pengamatan hal itu terjadi karena pada saat kegiatan monolog role playing siswa lainnya tidak diberi skenario sehingga tidak dapat secara maksimal memberikan pengamatan terhadap sikap para pelaku yang ada dalam skenario cerita. Untuk memperbaikinya maka pada pelaksanaan monolog role playing pada siklus kedua disamping siswa yang memperagakan peran maka siswa lain juga diberikan rancangan skenario.

Berdasarkan catatan yang ada dalam lembaran observasi maka dapat disampaikan hasil yang dicapai pada siklus kedua sebagai berikut :
  • Indikator 1 "Kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran" : mencapai bobot A dengan tingkat partisipasi siswa 86% s/d 100%.
  • Indikator 2 "Perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran" : mencapai bobot B dengan tingkat partisipasi 70% s/d 85%.
  • Indikator 3 "Pertanyaan dari siswa tentang materi" : mencapai bobot B dengan partisipasi siswa 70% s/d 85%.
  • Indikator 4 "Menjawab/menanggapi pertanyaan guru" : mencapai bobot A dengan tingkat partisipasi siswa 86% s/d 100%.
  • Indikator 5 "Menanggapi jawaban atau pertanyaan teman" : mencapai bobot B dengan tingkat partisipasi siswa mencapai 70% s/d 85%.
  • Indikator 6 " Menyampaikan gagasan atau pendapat" : mencapai bobot B dengan tingkat partisipasi siswa mencapai 70% s/d 85%.
2.Hasil Pelaksanaan Penilaian.
Hasil nilai yang diperoleh dari pre tes adalah sebagai berikut : dua siswa memperoleh nilai 10, dua siswa memperoleh nilai 20, lima siswa memperoleh nilai 30, tujuh siswa memperoleh nilai 40, delapan siswa memperoleh nilai 50, sepuluh siswa memperoleh nilai 60, dua siswa memperoleh nilai 70, satu siswa memeperoleh nilai 80.

Sedangkan hasil pos tes sebagai berikut : satu siswa memperoleh nilai 40, satu siswa memperoleh nilai 50, enam siswa memperoleh nilai 60, sembilan siswa memperoleh nilai 70, tujuh belas siswa memperoleh nilai 80, dua siswa memperoleh nilai 90.

Tingkat kenaikan hasil nilai dari siklus kedua adalah : lima siswa tidak mengalami kenaikan, empat siswa naik 10%, dua belas siswa mencapai tingkat kenaikan 20%, delapan siswa mencapai tingkat kenaikan 30%, dua siswa mencapai tingkat kenaikan 40%, dua siswa mencapai kenaikan 50%, dua siswa mencapai kenaikan 70%.

3. Hasil Angket
Dari hasil pelaksanaan angket pada siklus 1 masih tedapat dua kelemahan.Kelemahan pertama terdapat pada indikator yang akan dipakai untuk mengukur sikap siswa. Indikator yang terdapat pada instrumen angket kurang berhasil dalam mengukur sikap siswa. Oleh karena itu dalam pelaksanaan angket pada siklus kedua ditambah dengan dua indikator sehingga menjadi delapan indikator pencapaian.

Adapun hasil angket pada siklus kedua adalah sebagai berikut :
  • Pertanyaan no 1 "Minat siswa dalam mengikuti pelajaran" : sebanyak 30 siswa menyatakan sikap A (sangat berminat/bermanfaat), 7 siswa memilih B (bermanfaat) dan tidak ada yang memilih C. Prosentase jawaban A sebesar 81,08%, dan jawaban B sebesar 18,92%.
  • Pertanyaan no 2 "Materi pelajaran menjadi mudah dipahami atau tidak" : sebanyak 12 siswa menjawab A (sangat mudah dipahami), 25 siswa menjawab B (mudah dipahami) dan jawaban C tidak ada. Prosentase jawaban A sebesar 32,43% dan jawaban B 67,57%.
  • Pertanyaan no 3 "Suasana kelas dalam pembelajaran" : sebanyak 14 siswa menjawab A (sangat mendukung), 22 siswa menjawab B (mendukung) dan jawaban C tidak ada. Prosentase jawaban A sebesar 37,84%, jawaban B sebesar 59,46%.
  • Pertanyaan no 4 "Minat saya dalam mengajukan pertanyaan" : sebanyak 9 siswa menjawb A (sangat berminat), 28 siswa menjawab B (berminat) dan tidak ada jawaban C. Prosentase jawaban A sebesar 24,32%, jawaban B sebesar 75,68%.
  • Pertanyaan no 5 "Minat saya dalam menjawab pertanyaan" : sebanyak 13 siswa menjawab A (sangat berminat), 24 siswa menjawab B (berminat) dan siswa yang menjawab C tidak ada. Prosentase jawaban A sebesar 35,14% dan jawaban B sebesar 64,86%.
  • Pertanyaan no 6 "Minat saya dalam mengikuti pelajaran berikutnya" : sebanyak 25 siswa menjawab A, 12 siswa menjawab B dan tidak ada yang menjawab C. Prosentase jawaban A sebesar 67,57% dan jawaban B sebesar 34,04%.
  • Pertanyaan nomor 7 " Sebelum pembelajaran saya tidak tahu manfaat pajak" : sebanyak 10 siswa menjawab A (sangat bermanfaat/lebih mengetahui), 25 siswa menjawab B (bermanfaat/mengetahui) dan 2 siswa menjawab C (kurang bermanfaat/tidak mengetahui).
  • Pertanyaan no 8 "Setelah pembelajaran saya lebih mengetahui manfaat pajak" : sebanyak 31 siswa menjawab A (sangat bermanfaat/lebih mengetahui), 2 siswa menjawab B (bermanfaat/mengetahui)dan 4 siswa menjawab C (kurang bermanfaat/kurang mengetahui). Prosentase jawaban A 83,78%, jawaban B 5,40% dan jawaban C sebesar 10,81%.
C. Analisis Hasil Penelitian

1. Analisis Hasil Observasi
Dari hasil observasi pada siklus pertama yang dilakukan peneliti bersama kolaborator, terdapat beberapa kelemahan pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Kelemahan-kelemahan tersebut terjadi pada saat perencanaan pembelajaran maupun pelaksanaannya.

Kelemahan yang terjadi pada saat perencanaan meliputi penyusunan skenario untuk monolog role playing dan penyusunan instrumen angket. Sedangkan kelemahan yang terjadi pada saat pelaksanaan, siswa yang diberi tugas untuk memerankan tokoh cerita kurang bisa menjiwai watak dari tokoh tersebut. Didalam pelaksanaan diskusi banyak peserta diskusi yang tidak/belum bisa memfokuskan perhatiannya pada materi diskusi.

Kelemahan dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut ternyata setelah dianalisa ada saling keterkaitan. Penyusunan skenario yang kurang baik dan persiapan waktu yang sangat singkat dari para siswa yang diberi tugas untuk menjadi pemeran monolog akan menghasilkan action yang kurang baik. Selanjutnya pelaksanaan monolog yang kurang baik dan persiapan diskusi yang kurang matang akan mengakibatkan pelaksanaan diskusi menjadi kurang terarah pada permasalahannya atau banyak siswa yang menjadi anggota kelompok diskusi kurang terlibat dalam kegiatan diskusi.

Untuk memperbaiki pelaksanaan siklus kedua maka dilakukan perbaikan-perbaiakn baik menyangkut perencanaan kegiatanmaupun rancangan pelaksanaannya. Apabila dalam siklus pertamapenampilan watak tokoh cerita belum begitu baik, maka pada siklus kedua penampilan watak dari tokoh lebih dipertajam dengan cara lebih menampilkan sikap para pelaku yang mungkin bersifat jujur, sederhana, manipulatif, egois, atau sikap-sikap lainnya.

Pada siklus pertama kegiatan diskusi kurang terarah, yaitu banyak siswa yang terlibat dalam kegiatan diskusi kurang mengerti permasalahan yang didiskusikan. Hal ini terjadi karena pada saat kegiatan monolog role playing para siswa tersebut kurang bisa menangkap dengan jelas skenario yang diperankan para siswa pelaku ceritera. Ketidakjelasan dalam menangkap isi ceritera bisa disebabkan karena dua permasalahan yaitu : pertama karena siswa yang diberi tugas menjadi pemeran kurang berhasil, kedua pada saat kegiatan monolog pada siswa yang lain tidak dibagikan skenario ceritera.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pertama siswa yang diberi tugas untuk memerankan tokoh pelaku harus dipersiapkan lebih matang dengan pemilihan siswa yang tepat dan mampu membawakan peran tokoh tertentu serta memeberi kesempatan lebih lama untuk mempelajarinya. Disamping itu pada saat pelaksanaan monolog siswa yang lain diberi rancangan ceritera.

Kegiatan yang dilakukan pada siklus kedua, berdasarkan hasil observasi dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan data hasil observasi kegiatan monolog berjalan dengan baik dibanding kegiatan pada siklus pertama, penampilan watak tokoh ceritera lebih nampak terlihat. Disamping itu pada saat pelaksanaan diskusi tidak nampak lagi anggota diskusi yang mengalami kebingungan dalam pelaksanaan pembahasan. Berdasarkan data instrumen observasi nampak pula terjadi kenaikan tingkat partisipasi siswa dalam menjawab atau menanggapi pertanyaan guru yaitu bobot nilai 86% s/d 100%.

Kelemahan yang nampak pada siklus kedua adalah pada saat penyimpulan hasil diskusi. Masing-masing wakil anggota kelompok tidak bisa mengutarakan / menyampaikan tanggapan dari kesimpulan kelompok lain karena keterbatasan waktu yang ada.

2.. Analisis Hasil Penilaian.
Hasil penilaian merupakan data-data kuantitatif yang biasanya dipakai untuk mengetahui tingkat pemahaman dan prestasi siswa. Namun secara logika bahwa hasil penilaian yang baik dihasilkan dari perencanaan, pelaksanaan dan minat belajar yang baik pula.

Berdasarkan asumsi di atas, maka dapat disampaikan bahwa hasil penilaian yang dilaksanakan sebanyak empat kali dalam dua siklus kegiatan belajar, telah menghasilkan perkembangan kegiatan belajar yang meningkat dari para siswa. Dapat kita catat terjadi peningkatan prestasi/nilai siswa. Peningkatan pertama dapat kita lihat dengan membandingkan hasil pre tes dengan pos tes pada siklus pertama. Peningkatan kedua dapat kita lihat dengan membandingkan hasil penilaian pre tes dengan pos tes pada siklus kedua. Peningkatan ketiga yaitu hasil selisih nilai yang kita peroleh dari perbandingan peningkatan nilai pada siklus pertama dengan siklus kedua.

Dari hasil penilaian akan nampak data-data sebagai berikut :
  • Perbandingan Hasil Penilaian Siklus 1. Hasil pre tes sebesar 39,73% sedangkan hasil pos tes sebesar 62,43%. Hasil peningkatan sebesar 22,70%.
  • Perbandingan Hasil Penilaian Siklus 2. Hasil pre tes sebesar 47,50%, sedangkan hasil pos tes sebesar 74,17%. Peningkatan sebesar 26,67%.
  • Selisih Nilai antara siklus 1 dengan siklus 2. Hasil yang diperoleh dengan cara membandingkan perkembangan nilai yang dicapai pada siklus pertama dengan siklus kedua akan memberi gambaran terjadinya perbaikan proses pembelajaranyang dilakukan pada siklus kedua. Pada siklus pertama perkembangannya sebesar 22,70%, sedang pada siklus kedua sebesar 26,67% sehingga perkembangan kegiatan belajar pada siklus kedua dibanding siklus pertama sebesar 3,97%.
3. Analisis Hasil Angket
Dari rekapitulasi hasil angket setelah pelaksanaan siklus 1 terhadap 6 buah pertanyaan yang diajukan diperoleh data-data sebagai berikut : 23 siswa menjawab A (sangat bermanfaat). 109 siswa menjawab B (bermanfaat) dan 115 siswa menjawab C (kurang bermanfaat). Jumlah komulatif pilihan adalah 222, oleh itu prosentase untuk jawaban A sebesar 10,36%, jawaban B sebesar 49,10% dan jawaban C sebesar 51,80%.

Dari rekapitulasi hasil angket setelah pelaksanaan pembelajarn siklus 2 terhadap 6 pertanyaan yang diajukan, diperoleh data-data sebagai berikut : 90 siswa memilih jawaban A (sangat bermanfaat), 105 siswa memilih jawaban B (bermanfaat) dan 1 siswa memilih jawaban C (kurang bermanfaat). Jumlah komulatif pilihan sama dengan siklus 1 yaitu sebesar 222, sehingga prosentase untuk jawaban A sebesar 40,54%, jawaban B sebesar 47,30%, jawaban c sebesar 0,90%.

Dari dua kali pelaksanaan angket pada akhir siklus pertama dan kedua, dapat disimpulkan tingkat efektifitas perbaikan kegiatan pembelajaran pada siklus 2 dibandingkan siklus 1 menurut pendapat siswa adalah :
  1. Siswa menjawab sangat bermanfaat : (10,36 + 40,54) : 2 X 100% = 25,45%
  2. Siswa menjawab bermanfaat : (49,10 + 47,30) : 2 X 100% = 48,20%
  3. Siswa menjawab kurang bermanfaat : (51,80 + 0,90) : 2 X 100% = 26,35%
Berdasarkan hasil angket pada akhir siklus 1 dan akhir siklus 2, dapat disimpulkan tingkat efektifitas perbaikan kegiatan pembelajaran pada siklus 2 dibandingkan siklus 1 menurut pendapat siswa adalah sebagai berikut :
  1. Tingkat kenaikan pilihan jawaban A (sangat bermanfaat) : 40,54% - 10,36% = 30,18%.
  2. Tingkat kenaikan pilihan jawaban B (bermanfaat) : 47,30% - 49,80% = -2,5%.
  3. Tingkat kenaikan pilihan jawaban C (kurang bermanfaat) : 0,9% -51,80% = - 50,9%.
Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan bermanfaat bagi siswa dan kegiatan perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada siklus 2 cukup efektif sehingga dapat meningkatkan minat siswa.

Pada pelaksanaan angket yang ke 2 kepada siswa diberikan pertanyaan tambahan mengenai pemahaman manfaat pajak. Hasil jawaban pertanyaan no 7 siswa menjawab sebagai berikut : 10 siswa (27,02%) menjawab sangat bermanfaat, 25 siswa (67,57%) menjawab bermanfaat dan 2 siswa (5,41%) menjawab ragu-ragu. Sedang hasil jawaban pertanyaan no 8 adalah : 31 siswa (83,78%) menjawab sangat bermanfaat, 2 siswa (5,40%) menjawab bermanfaat, dan 4 siswa (10,81%) menjawab kurang bermanfaat. Dari hasil jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran cukup efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap masalah perpajakan.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran MRPD yang dilaksanakan melalui dua kali siklus akhirnya dapat disimpulkan :
  1. Pelaksanaan tindakan dapat meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini terlihat dari hasil observasi, evaluasi maupun angket.
  2. Pelaksanaan tindakan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari hasil observasi, evaluasi maupun angket.
  3. Pelaksanaan tindakan dapat melengkapi pemakaian model pembelajaran khususnya bagi peleksanaan pembelajaran IPS di SMP dengan KD tentang masalah perpajakan.
B. Saran
Pada akhir tulisan ini peneliti akan menyampaikan saran kepada :
  1. Teman sejawat, khususnya guru-guru IPS di SMP agar lebih aktif dalam usaha menerapkan berbagai metode maupun model - model pembelajaran yang bersifat inovatif agar kualitas pembelajaran dapat agarmeningkat.
  2. Sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Propinsi, LPMP maupun Depdiknas agar lebih meningkatkan perhatiannya terhadap perkembangan mata pelajaran non ujian nasional agar dapat mengimbangi perkembangan mata pelajaran ujian nasional.
  3. Lembaga Pendidikan Guru, agar lebih banyak membekali para mahasiswanya dengan memperkaya penyampaian mata kuliah metodologi dan strategi pembelajaran serta melakukan uji coba terhadap model-model pembelajaran yang baru dengan harapan agar nantinya dapat diterapkan di sekolah-sekolah di tempat merekabertugas sehingga dapat memotivasi dan menyegarkan ilmu kepada para guru yang telah lama bertugas.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006), Model Pembelajaran IPS Terpadu, Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas, Balitbang Puskur (2007), Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS.

Dimyati, (1994), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta

Syaharudin, Syaharudin , WordPress.com

Slameto, (1995), Belajar dan Faktor - Faktor yang mempengaruhi, Edisi Revisi, Jakarta, PT Rineka Cipta.

Sunarto, Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta, Rineka Cipta.

Winkel, WS, (1987), Psikologi Pengajaran, Jogjakarta, Kanisius.





Penyampaian Penghitungan Pajak (PPh, PPN, PBB)


SELESAI